Minggu, 11 Januari 2015

Opini Mengenai Good Corporate Governance (GCG) Dengan Etika

TUGAS SOFTSKILL 3

Opini Mengenai Good
 Corporate Governance (GCG) Dengan Etika

       Good Corporate Governance (GCG) dapat diartikan sebagai seperangkat sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) bagi stakeholders. 
Menurut Bank Dunia (World Bank) adalah kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.

            Prinsip-prinsip corporate governance yang dikembangkan oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) meliputi 5 (lima) hal yaitu :
1.    Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham (The Right of shareholders).
2.    Perlakuan yang sama terhadap seluruh pemegang saham (The Equitable Treatment of Shareholders)
3.    Peranan Stakeholders yang terkait dengan perusahaan (The Role of Stakeholders).
4.    Keterbukaan dan Transparansi (Disclosure and Transparency).
5.    Akuntabilitas Dewan Komisaris / Direksi (The Responsibilities of The Board).

            Prinsip-prinsip GCG sesuai pasal 3 Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang penerapan GCG pada BUMN sebagai berikut : 
1.    Transparansi (transparency) :
keterbukaan dalam melaksanakan prosespengambilan keputusan dan mengemukakan informasi materil yang relevan mengenai perusahaan. 
2.    Pengungkapan (disclosure) :
penyajian informasi kepada stakeholders, baik diminta maupun tidak diminta, mengenai hal-hal yang berkenaan dengan kinerja operasional, keuangan, dan resiko usaha perusahaan
3.    Kemandirian (independence) :
suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. 
4.    Akuntabilitas (accountability) : kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban Manajemen perusa-haan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif dan ekonomis. 
5.    Pertanggungjawaban (responsibility) : kesesuaian dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
6.    Kewajaran (fairness) : keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


PERANAN ETIKA BISNIS DALAM PENERAPAN GCG 
1.    Code of Corporate and Business Conduct
Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporate and Business Conduct)” merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk melakukan praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan. Apabila prinsip tersebut telah mengakar di dalam budaya perusahaan (corporate culture), maka seluruh karyawan & pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi “mana yang boleh” dan “mana yang tidak boleh” dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan. Pelanggaran atas Kode Etik merupakan hal yang serius, bahkan dapat termasuk kategori pelanggaran hukum. \

2.    Nilai Etika Perusahaan
Kepatuhan pada Kode Etik ini merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan dan memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan & pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan memaksimalkan nilai pemegang saham (shareholder value). Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama. Kode Etik yang efektif seharusnya bukan sekedar buku atau dokumen yang tersimpan saja. Namun Kode Etik tersebut hendaknya dapat dimengerti oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat dilaksanakan dalam bentuk tindakan (action). Beberapa contoh pelaksanaan kode etik yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain masalah informasi rahasia dan benturan kepentingan (conflict of interest). 

·         Informasi rahasia
Seluruh karyawan harus dapat menjaga informasi rahasia mengenai perusahaan dan dilarang untuk menyebarkan informasi rahasia kepada pihak lain yang tidak berhak. Informasi rahasia dapat dilindungi oleh hukum apabila informasi tersebut berharga untuk pihak lain dan pemiliknya melakukan tindakan yang diperlukan untuk melindunginya. Beberapa kode etik yang perlu dilakukan oleh karyawan yaitu harus selalu melindungi informasi rahasia perusahaan dan termasuk Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) serta harus memberi respek terhadap hak yang sama dari pihak lain. Selain itu karyawan juga harus melakukan perlindungan dengan seksama atas kerahasiaan informasi rahasia yang diterima dari pihak lain. Adanya kode etik tersebut diharapkan dapat terjaga hubungan yang baik dengan pemegang saham (share holder), atas dasar integritas (kejujuran) dan transparansi (keterbukaan), dan menjauhkan diri dari memaparkan informasi rahasia. Selain itu dapat terjaga keseimbangan dari kepentingan perusahaan dan pemegang sahamnya dengan kepentingan yang layak dari karyawan, pelanggan, pemasok maupun pemerintah dan masyarakat pada umumnya.

·         Conflict of interest
Seluruh karyawan & pimpinan perusahaan harus dapat menjaga kondisi yang bebas dari suatu benturan kepentingan (conflict of interest) dengan perusahaan. Suatu benturan kepentingan dapat timbul bila karyawan & pimpinan perusahaan memiliki, secara langsung maupun tidak langsung kepentingan pribadi didalam mengambil suatu keputusan, dimana keputusan tersebut seharusnya diambil secara obyektif, bebas dari keragu-raguan dan demi kepentingan terbaik dari perusahaan. Beberapa kode etik yang perlu dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain menghindarkan diri dari situasi (kondisi) yang dapat mengakibatkan suatu benturan kepentingan. Selain itu setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang merasa bahwa dirinya mungkin terlibat dalam benturan kepentingan harus segera melaporkan semua hal yang bersangkutan secara detail kepada pimpinannya (atasannya) yang lebih tinggi.

SUMBER :


Kecurangan Akuntansi Dalam Pelaporan


TUGAS SOFTSKILL 2
Kecurangan Akuntansi Dalam Pelaporan

                Fraud atau kecurangan ini juga perlu dibedakan dengan errors atau kesalahan.Errors dapat dideskripsikan sebagai unintentional mistakes. Kesalahan dapat terjadi pada setiap tahap dalam pengelolaan transaksi, yaitu terjadinya transaksi, dokumentasi, pencatatan dari ayat-ayat jurnal, pencatatan debet kredit, pengikhtisaran proses dan hasil laporan keuangan. Kesalahan dapat dalam banyak bentuk, yaitu matematis, kritikal, atau dalam aplikasi prinsip-prinsip akuntansi. Apabila kesalahan dilakukan dengan sengaja (intentional), maka kesalahan tersebut merupakan kecurangan atau fraudulent. Faktor yang membedakan antara kecurangan dan kekeliruan adalah apakah tindakan yang mendasarinya, yang berakibat terjadinya salah saji dalam laporan keuangan, berupa tindakan yang disengaja atau tidak disengaja (IAI, 2001:316.2).
Berikut adalah berbagai perspektif kecurangan menurut Bologna yang dikutip oleh Tunggal (2001:7), yaitu:
A.    Perspektif Manusia
Kecurangan bagi orang awam adalah kecurangan yang direncanakan yang dilakukan pada orang lain untuk mendapatkan keuntungan ekonomi pribadi, sosial atau politik.
B.    Perspektif Sosial dan Ekonomi
Kecurangan dianggap perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial karena kecurangan dapat menghancurkan hubungan dan kepercayaan antar manusia. Tanpa kepercayaan, interaksi manusia tersendat dan hubungan antar manusia tidak berkembang. Perdagangan antar manusia tidak dapat berkembang jika tidak ada kepercayaan.
C.    Perspektif Hukum
Kecurangan dalam arti hukum adalah penggambaran kenyataan materi yang salah yang disengaja dengan tujuan membohongi orang lain sehingga orang tersebut mengalami kerugian ekonomi. Hukum dapat memberikan sanksi sipil dan kriminal untuk perilaku itu.
D.    Perspektif Akuntansi dan Audit
Dari sudut pandang akuntansi dan audit, kecurangan adalah penggambaran yang salah dari fakta material dalam buku besar atau laporan keuangan. Pernyataan yang salah dapat ditujukan pada pihak luar organisasi seperti pemegang saham atau kreditor, atau pada organisasi itu sendiri dengan cara menutupi atau menyamarkan penggelapan uang, ketidakcakapan, penerapan dana yang salah atau pencurian atau penggunaan aktiva organisasi yang tidak tepat oleh petugas, pegawai dan agen. Kecurangan dapat juga ditujukan pada organisasi oleh pihak luar, misalnya, penjual, pemasok, kontraktor, konsultan dan pelanggan, dengan cara penagihan yang berlebihan, dua kali penagihan, substitusi material yang lebih rendah mutunya, pernyataan yang salah mengenai mutu dan nilai barang yang dibeli,atau besarnya kredit pelanggan.
Klasifikasi kecurangan usaha atau internal dapat digolongkan berdasarkan cara kecurangan disembunyikan. Terdapat dua metode penyembunyian menurut Tunggal (2001:6), yaitu:
1.      On-book frauds (kecurangan dalam buku)
Pada dasarnya metode penyembunyian kecurangan dalam buku terjadi dalam usaha. Pembayaran atau aktivitas gelap/haram dicatat, biasanya dengan keadaan yang mengaburkan/tidak kentara, dalam buku dan catatan regular perusahaan.
2.      Off-book frauds (kecurangan di luar buku)
Kecurangan di luar buku terjadi di luar aliran utama akuntansi. Biasanya, apabila kecurangan di luar buku terjadi, perusahaan umumnya mempunyai rabat pemasok yang tidak tercatat atau penjualan kas yang signifikan.
Karni (2000:35) mengklasifikasikan kecurangan menjadi tiga macam sebagai berikut:
·         Management Fraud
Kecurangan ini dilakukan oleh orang dari kelas ekonomi yang lebih atas dan terhormat yang biasa disebut white collar crime, karena orang yang melakukan kecurangan biasanya memakai kemeja berwarna putih dengan kerah putih.
·         Non Management (Employee) Fraud
Kecurangan karyawan biasanya melibatkan karyawan bawahan. Kecurangan ini kadang-kadang merupakan pencurian atau manipulasi. Kesempatan melakukan kecurangan pada karyawan tingkat bawah relatif lebih kecil dibandingkan kecurangan pada manajemen. Hal ini dikarenakan mereka tidak mempunyai wewenang, sebab pada umumnya semakin tinggi wewenang semakin besar kesempatan untuk melakukan kecurangan.
·         Computer Fraud
Kejahatan komputer dapat berupa pemanfaatan berbagai sumber daya komputer di luar peruntukan yang sah dan perusakan atau pencurian fisik atas sumber daya komputer itu sendiri. Termasuk juga defalcation atau embezzlement yang dilakukan dengan memanipulasi program komputer, file data, proses operasi, peralatan atau media lainnya yang mengakibatkan kerugian bagi perusahaan/organisasi yang mempergunakan sistem komputer tersebut.
Ikatan Akuntansi Indonesia (2001:316.2) menyatakan bahwa ada dua tipe salah saji yang relevan dengan pertimbangan auditor tentang kecurangan dalam audit atas laporan keuangan, yaitu salah saji yang timbul sebagai akibat dari kecurangan dalam pelaporan keuangan dan kecurangan yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva, berikut penjelasannya :
1).        Salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan adalah salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabui pemakai laporan keuangan. Kecurangan dalam laporan keuangan dapat menyangkut tindakan seperti yang disajikan berikut ini:
a.     Manipulasi, pemalsuan atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan.
b.        Representasi yang salah dalam atau penghilangan dari laporan keuangan peristiwa, transaksi atau informasi yang signifikan.
c.       Salah penerapan secara sengaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian atau pengungkapan.

2).        Salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva (seringkali disebut dengan penyalahgunaan atau penggelapan) berkaitan dengan pencurian aktiva entitas yang berakibat laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum. Perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva entitas dapat dilakukan dengan berbagai cara, termasuk penggelapan tanda terima barang/uang, pencurian aktiva, atau tindakan yang menyebabkan entitas membayar harga barang atau jasa yang tidak diterima oleh entitas. Perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva dapat disertai dengan catatan atau dokumen palsu atau yang menyesatkan dan dapat menyangkut satu atau lebih individu di antara manajemen, karyawan atau pihak ketiga.
            Kecurangan bisa terjadi di dalam sebuah profesi, contohnya profesi akuntansi. Seorang akuntan yang melakukan kecurangan dalam prosedur akuntansi akan mengakibatkan informasi akuntansi yang dihasilkan tidak akan berguna bagi pihak-pihak yang membutuhkannya. Karena sebuah informasi akuntansi yang dihasilkan dari proses akuntansi dari suatu entiti sangatlah penting, dimana informasi ini menjadi pertimbangan terhadap program atau kebijakan entiti tersebut untuk mencapai tujuannya.  

Faktor-Faktor Kecurangan Akuntansi  :
1.    Tekanan (Unshareable pressure/ incentive).
Merupakan motivasi seseorang untuk melakukan fraud. Motivasi melakukan fraud, antara lain motivasi ekonomi, alasan emosional (iri/cemburu, balas dendam, kekuasaan, gengsi), nilai (values) dan apa pula karena dorongan keserakahan. Menurut SAS no. 99, terdapat empat jenis kondisi yang umum terjadi pada pressure yang dapat mengakibatkan kecurangan. Kondisi tersebut adalah financial stability, external pressure, personal financial need, dan financial targets.
2.    Adanya Kesempatan / Peluang (Perceived Opportunity).
Yaitu kondisi atau situasi yang memungkinkan seseorang melakukan atau menutupi tindakan tidak jujur. Biasanya hal ini dapat terjadi karena adanya internal control perusahaan yang lemah kurangnya pengawasan, dan/atau penyalahgunaan wewenang. Di antara 3 elemen fraud triangle, opportunity merupakan elemen yang paling memungkinkan untuk diminimalisir melalui penerapan proses, prosedur, dan control dan upaya deteksi dini terhadap fraud.
3.    Rasionalisasi (Rationalization).
Merupakan elemen penting dalam terjadinya fraud, dimana pelaku mencari pembenaran sebelum melakukan kejahatan, bukan sesudah melakukan tindakan tersebut. Rasionalisasi diperlukan agar si pelaku dapat mencerna perilakunya yang illegal untuk tetap mempertahankan jati dirinya sebagai orang yang dipercaya, tetapi setelah kejahatan dilakukan, rasionalisasi ini ditinggalkan karena sudah tidak dibutuhkan lagi. Rasionalisai atau sikap (attitude), yang paling banyak digunakan adalah hanya meminjam (borrowing) asset yang dicuri dan alasan bahwa tindakannya untuk membahagiakan orang-orang yang dicintainya.

Klasifikasi Kecurangan Akuntansi
     The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) atau Asosiasi Pemeriksa Kecurangan Bersertifikat, merupakan organisasi profesional bergerak di bidang pemeriksaan kecurangan yang berkedudukan di Amerika Serikat dan mempunyai tujuan untuk memberantas kecurangan, mengklasifikasikan fraud dalam tiga kelompok berdasarkan perbuatan, yaitu:
1.    Penyimpangan atas Asset (Asset Misappropriation
    Penyalahgunaan/pencurian aset atau harta perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah dideteksi karena sifatnya yang tangible atau dapat diukur/dihitung (defined value).
2.     Pernyataan Palsu atau Salah Pernyataan (Fraudulent Statement
   Tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan (financial engineering) dalam penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilahwindow dressing.
3.    Korupsi (Corruption
    Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan pihak lain seperti suap dan korupsi. Fraud jenis ini yang terbanyak terjadi di negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan. Korupsi sering kali tidak dapat dideteksi karena para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan. Termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak sah/illegal (illegal gratuities), dan pemerasan secara ekonomi (economic extortion).

Karakteristik Kecurangan Akuntansi
         Menurut Alison (2006) dalam artikel yang berjudul Fraud Auditing, dilihat dari pelaku Fraud maka secara garis besar kecurangan dapat digolongkan menjadi dua jenis :
1.    Oleh pihak perusahaan, yaitu :
·         Manajemen untuk kepentingan perusahaan, yaitu salah saji yang timbul karena kecurangan pelaporan keuangan (misstatements arising from fraudulent financial reporting). Kecurangan pelaporan keuangan biasanya dilakukan karena adanya dorongan dan ekspektasi terhadap prestasi kerja manajemen. Salah saji yang timbul karena kecurangan terhadap pelaporan keuangan lebih dikenal dengan istilah irregulatities (ketidakberesan). Bentuk kecurangan seperti ini seringkali dinamakan kecurangan manajemen (management fraud), misalnya berupa : manipulasi, pemalsuan, atau pengubahan terhadap catatan akuntansi atau dokumen pendukung yang merupakan sumber penyajian laporan keuangan, kesengajaan dalam salah menyajikan atau sengaja menghilangkan (intentional omissions) suatu transaksi, kejadian, atau informasi penting dari laporan keuangan.
·         Pegawai untuk keuntungan individu, yaitu salah saji yang berupa penyalahgunaan aktiva (misstatements arising from misappropriation of assets). Kecurangan jenis ini biasanya disebut kecurangan karyawan (employee fraud). Salah saji yang berasal dari penyalahgunaan aktiva meliputi penggelapan aktiva perusahaan yang mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Penggelapan aktiva umumnya dilakukan oleh karyawan yang menghadapi masalah keuangan dan dilakukan kartena melihat adanya peluang kelemahan pada pengendalian internal perusahaan serta pembenaran terhadap tindakan tersebut. Contoh salah saji jenis ini adalah :
Ø  Penggelapan terhadap penerimaan kas.
Ø   Pencurian aktiva perusahaaan.
Ø  Mark-up harga.
Ø  Transaksi tidak resmi.
Ø  Oleh pihak diluar perusahaan, yaitu pelanggan, mitra usaha dan pihak asing yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan.

Fraud atau kecurangan ini juga perlu dibedakan dengan errors atau kesalahan.Errors dapat dideskripsikan sebagai unintentional mistakes. Kesalahan dapat terjadi pada setiap tahap dalam pengelolaan transaksi, yaitu terjadinya transaksi, dokumentasi, pencatatan dari ayat-ayat jurnal, pencatatan debet kredit, pengikhtisaran proses dan hasil laporan keuangan. Kesalahan dapat dalam banyak bentuk, yaitu matematis, kritikal, atau dalam aplikasi prinsip-prinsip akuntansi. Apabila kesalahan dilakukan dengan sengaja (intentional), maka kesalahan tersebut merupakan kecurangan atau fraudulent. Faktor yang membedakan antara kecurangan dan kekeliruan adalah apakah tindakan yang mendasarinya, yang berakibat terjadinya salah saji dalam laporan keuangan, berupa tindakan yang disengaja atau tidak disengaja (IAI, 2001:316.2).
Berikut adalah berbagai perspektif kecurangan menurut Bologna yang dikutip oleh Tunggal (2001:7), yaitu:
1.    Perspektif Manusia
Kecurangan bagi orang awam adalah kecurangan yang direncanakan yang dilakukan pada orang lain untuk mendapatkan keuntungan ekonomi pribadi, sosial atau politik.
2.   Perspektif Sosial dan Ekonomi
Kecurangan dianggap perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial karena kecurangan dapat menghancurkan hubungan dan kepercayaan antar manusia. Tanpa kepercayaan, interaksi manusia tersendat dan hubungan antar manusia tidak berkembang. Perdagangan antar manusia tidak dapat berkembang jika tidak ada kepercayaan.
3.    Perspektif Hukum
Kecurangan dalam arti hukum adalah penggambaran kenyataan materi yang salah yang disengaja dengan tujuan membohongi orang lain sehingga orang tersebut mengalami kerugian ekonomi. Hukum dapat memberikan sanksi sipil dan kriminal untuk perilaku itu.
4.    Perspektif Akuntansi dan Audit
Dari sudut pandang akuntansi dan audit, kecurangan adalah penggambaran yang salah dari fakta material dalam buku besar atau laporan keuangan. Pernyataan yang salah dapat ditujukan pada pihak luar organisasi seperti pemegang saham atau kreditor, atau pada organisasi itu sendiri dengan cara menutupi atau menyamarkan penggelapan uang, ketidakcakapan, penerapan dana yang salah atau pencurian atau penggunaan aktiva organisasi yang tidak tepat oleh petugas, pegawai dan agen. Kecurangan dapat juga ditujukan pada organisasi oleh pihak luar, misalnya, penjual, pemasok, kontraktor, konsultan dan pelanggan, dengan cara penagihan yang berlebihan, dua kali penagihan, substitusi material yang lebih rendah mutunya, pernyataan yang salah mengenai mutu dan nilai barang yang dibeli,atau besarnya kredit pelanggan.
Klasifikasi kecurangan usaha atau internal dapat digolongkan berdasarkan cara kecurangan disembunyikan. Terdapat dua metode penyembunyian menurut Tunggal (2001:6), yaitu:
1.    On-book frauds (kecurangan dalam buku)
Pada dasarnya metode penyembunyian kecurangan dalam buku terjadi dalam usaha. Pembayaran atau aktivitas gelap/haram dicatat, biasanya dengan keadaan yang mengaburkan/tidak kentara, dalam buku dan catatan regular perusahaan.
2.    Off-book frauds (kecurangan di luar buku)
Kecurangan di luar buku terjadi di luar aliran utama akuntansi. Biasanya, apabila kecurangan di luar buku terjadi, perusahaan umumnya mempunyai rabat pemasok yang tidak tercatat atau penjualan kas yang signifikan.
Karni (2000:35) mengklasifikasikan kecurangan menjadi tiga macam sebagai berikut:
1.    Management Fraud
Kecurangan ini dilakukan oleh orang dari kelas ekonomi yang lebih atas dan terhormat yang biasa disebut white collar crime, karena orang yang melakukan kecurangan biasanya memakai kemeja berwarna putih dengan kerah putih.
2.     Non Management (Employee) Fraud
Kecurangan karyawan biasanya melibatkan karyawan bawahan. Kecurangan ini kadang-kadang merupakan pencurian atau manipulasi. Kesempatan melakukan kecurangan pada karyawan tingkat bawah relatif lebih kecil dibandingkan kecurangan pada manajemen. Hal ini dikarenakan mereka tidak mempunyai wewenang, sebab pada umumnya semakin tinggi wewenang semakin besar kesempatan untuk melakukan kecurangan.
3.    Computer Fraud
Kejahatan komputer dapat berupa pemanfaatan berbagai sumber daya komputer di luar peruntukan yang sah dan perusakan atau pencurian fisik atas sumber daya komputer itu sendiri. Termasuk juga defalcation atau embezzlement yang dilakukan dengan memanipulasi program komputer, file data, proses operasi, peralatan atau media lainnya yang mengakibatkan kerugian bagi perusahaan/organisasi yang mempergunakan sistem komputer tersebut.
Ikatan Akuntansi Indonesia (2001:316.2) menyatakan bahwa ada dua tipe salah saji yang relevan dengan pertimbangan auditor tentang kecurangan dalam audit atas laporan keuangan, yaitu salah saji yang timbul sebagai akibat dari kecurangan dalam pelaporan keuangan dan kecurangan yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva, berikut penjelasannya :
a)    Salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan adalah salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabui pemakai laporan keuangan. Kecurangan dalam laporan keuangan dapat menyangkut tindakan seperti yang disajikan berikut ini:
a.   Manipulasi, pemalsuan atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen   pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan.
b.   Representasi yang salah dalam atau penghilangan dari laporan keuangan peristiwa, transaksi atau informasi yang signifikan.
c.  Salah penerapan secara sengaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian atau pengungkapan.
b)    Salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva (seringkali disebut dengan penyalahgunaan atau penggelapan) berkaitan dengan pencurian aktiva entitas yang berakibat laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum. Perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva entitas dapat dilakukan dengan berbagai cara, termasuk penggelapan tanda terima barang/uang, pencurian aktiva, atau tindakan yang menyebabkan entitas membayar harga barang atau jasa yang tidak diterima oleh entitas. Perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva dapat disertai dengan catatan atau dokumen palsu atau yang menyesatkan dan dapat menyangkut satu atau lebih individu di antara manajemen, karyawan atau pihak ketiga.
            Kecurangan bisa terjadi di dalam sebuah profesi, contohnya profesi akuntansi. Seorang akuntan yang melakukan kecurangan dalam prosedur akuntansi akan mengakibatkan informasi akuntansi yang dihasilkan tidak akan berguna bagi pihak-pihak yang membutuhkannya. Karena sebuah informasi akuntansi yang dihasilkan dari proses akuntansi dari suatu entiti sangatlah penting, dimana informasi ini menjadi pertimbangan terhadap program atau kebijakan entiti tersebut untuk mencapai tujuannya.  

Faktor-Faktor Kecurangan Akuntansi  :
1.    Tekanan (Unshareable pressure/ incentive).
Merupakan motivasi seseorang untuk melakukan fraud. Motivasi melakukan fraud, antara lain motivasi ekonomi, alasan emosional (iri/cemburu, balas dendam, kekuasaan, gengsi), nilai (values) dan apa pula karena dorongan keserakahan. Menurut SAS no. 99, terdapat empat jenis kondisi yang umum terjadi pada pressure yang dapat mengakibatkan kecurangan. Kondisi tersebut adalah financial stability, external pressure, personal financial need, dan financial targets.
2.    Adanya Kesempatan / Peluang (Perceived Opportunity).
Yaitu kondisi atau situasi yang memungkinkan seseorang melakukan atau menutupi tindakan tidak jujur. Biasanya hal ini dapat terjadi karena adanya internal control perusahaan yang lemah kurangnya pengawasan, dan/atau penyalahgunaan wewenang. Di antara 3 elemen fraud triangle, opportunity merupakan elemen yang paling memungkinkan untuk diminimalisir melalui penerapan proses, prosedur, dan control dan upaya deteksi dini terhadap fraud.
3.    Rasionalisasi (Rationalization).
Merupakan elemen penting dalam terjadinya fraud, dimana pelaku mencari pembenaran sebelum melakukan kejahatan, bukan sesudah melakukan tindakan tersebut. Rasionalisasi diperlukan agar si pelaku dapat mencerna perilakunya yang illegal untuk tetap mempertahankan jati dirinya sebagai orang yang dipercaya, tetapi setelah kejahatan dilakukan, rasionalisasi ini ditinggalkan karena sudah tidak dibutuhkan lagi. Rasionalisai atau sikap (attitude), yang paling banyak digunakan adalah hanya meminjam (borrowing) asset yang dicuri dan alasan bahwa tindakannya untuk membahagiakan orang-orang yang dicintainya.

Klasifikasi Kecurangan Akuntansi
     The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) atau Asosiasi Pemeriksa Kecurangan Bersertifikat, merupakan organisasi profesional bergerak di bidang pemeriksaan kecurangan yang berkedudukan di Amerika Serikat dan mempunyai tujuan untuk memberantas kecurangan, mengklasifikasikan fraud dalam tiga kelompok berdasarkan perbuatan, yaitu:
1.    Penyimpangan atas Asset (Asset Misappropriation
    Penyalahgunaan/pencurian aset atau harta perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah dideteksi karena sifatnya yang tangible atau dapat diukur/dihitung (defined value).
2.    Pernyataan Palsu atau Salah Pernyataan (Fraudulent Statement
   Tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan (financial engineering) dalam penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilahwindow dressing.
3.    Korupsi (Corruption
    Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan pihak lain seperti suap dan korupsi. Fraud jenis ini yang terbanyak terjadi di negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan. Korupsi sering kali tidak dapat dideteksi karena para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan. Termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak sah/illegal (illegal gratuities), dan pemerasan secara ekonomi (economic extortion).

Karakteristik Kecurangan Akuntansi
         Menurut Alison (2006) dalam artikel yang berjudul Fraud Auditing, dilihat dari pelaku Fraud maka secara garis besar kecurangan dapat digolongkan menjadi dua jenis :
1.    Oleh pihak perusahaan, yaitu :
a.  Manajemen untuk kepentingan perusahaan, yaitu salah saji yang timbul karena kecurangan pelaporan keuangan (misstatements arising from fraudulent financial reporting). Kecurangan pelaporan keuangan biasanya dilakukan karena adanya dorongan dan ekspektasi terhadap prestasi kerja manajemen. Salah saji yang timbul karena kecurangan terhadap pelaporan keuangan lebih dikenal dengan istilah irregulatities (ketidakberesan). Bentuk kecurangan seperti ini seringkali dinamakan kecurangan manajemen (management fraud), misalnya berupa : manipulasi, pemalsuan, atau pengubahan terhadap catatan akuntansi atau dokumen pendukung yang merupakan sumber penyajian laporan keuangan, kesengajaan dalam salah menyajikan atau sengaja menghilangkan (intentional omissions) suatu transaksi, kejadian, atau informasi penting dari laporan keuangan.
b.  Pegawai untuk keuntungan individu, yaitu salah saji yang berupa penyalahgunaan aktiva (misstatements arising from misappropriation of assets). Kecurangan jenis ini biasanya disebut kecurangan karyawan (employee fraud). Salah saji yang berasal dari penyalahgunaan aktiva meliputi penggelapan aktiva perusahaan yang mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Penggelapan aktiva umumnya dilakukan oleh karyawan yang menghadapi masalah keuangan dan dilakukan kartena melihat adanya peluang kelemahan pada pengendalian internal perusahaan serta pembenaran terhadap tindakan tersebut. Contoh salah saji jenis ini adalah :
·         Penggelapan terhadap penerimaan kas.
·         Pencurian aktiva perusahaaan.
·         Mark-up harga.
·         Transaksi tidak resmi.
·         Oleh pihak diluar perusahaan, yaitu pelanggan, mitra usaha dan pihak asing yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan.

SUMBER :