5 Tanda Memburuknya Ekonomi RI yang Bikin Takut
Investor
Mengawali
hari kerja pertama usai perayaan Hari Proklamasi Indonesia, pasar keuangan
Indonesia justru dirundung masalah. Melemahnya rupiah hingga level 10.570 per
dolar AS mendorong penurunan pasar modal Indonesia paling dalam di antara
negara-negara kawasan Asia-Pasifik.
Guncangan
pada pasar keuangan Indonesia ini tak terlepas dari data-data makro yang kurang
menggembirakan. Data terbaru Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) serta transaksi
berjalan yang baru diumumkan (BI) mash mengalami defisit.
Namun
tak hanya defisit NPI, current account, dan pelemahan nilai tukar rupiah yang
bisa membuat para investor kebakaran jenggot. Beberapa indikator ekonomi yang
tengah bergejolak di tanah air juga bisa membuat para investor di Indonesia
ketar-ketir.
Seperti
dikutip dari ulasan Citi Research, berikut adalah lima hal yang bisa membuat
investor di tanah air ketakutan:
1. Defisit transaksi berjalan memburuk hingga 4,4% dari Produk
Domestik Bruto (PDB) pada kuartal II 2013. Sebelumnya di kuartal I, defisit
transaksi berjalan hanya sebesar 2,3% dari PDB.
Kegagalan
paling jelas tampak dari neraca perdagangan barang dan jasa. Volume ekspor
anjlok ditengah merosotnya harga-harga komoditas. Meski demikian pertumbuhan
ekspor masih bergerak positif, bahkan untuk komoditas seperti batu bara dan
minyak sawit .
Sementara
angka defisit pendapatan tercatat tak banyak bergerak dibandingkan kuartal
II-2012. Namun defisit pendapatan diprediksi akan terus menurun mengingat
perlambatan pertumbuhan PDB yang tengah terjadi saat ini.
2. Melemahnya volume ekspor
tidak disertai dengan penurunan total impor
Meski
impor barang modal mulai berkurang, tapi pertumbuhan impor bahan baku masih
tumbuh positif dibandingkan kuartal I. Kondisi ini khusus terjadi pada
produk-produk logam (bukan perminyakan).
Pertumbuhan
impor pangan juga masih tercatat menguat mengingat telah dibukanya keran impor
untuk mengatasi kekurangan pasokan pangan tanah air.
Sementara
itu, defisit produk jasa tercatat memburuk. Hal serupa terjadi pada kuartal II
tahun lalu. Kendati pembayaran biaya pengiriman telah ditentukan, pengiriman
barang dari Indonesia masih berkembang.
3. Defisit neraca perdagangan mencapai rekor tertinggi dan
menyebabkan celah pendanaan yang lebih besar.
Investasi
langsung asing yang masuk pada kuartal II tidak menunjukan adanya gangguan
seperti halnya pada kuartal I lalu. Investasi masih tetap meningkat 28%
dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Namun
dari besarannya, investasi asing hanya mampu menutupi 34% defisit transaksi
berjalan dan meninggalkan celah sebesar US$ 6,5 miliar pada kuartal II.
Dikhawatirkan, angka tersebut tak akan bertahan lama dan terlihat terlalu
tinggi untuk ditutupi dengan arus masuk investasi dalam jangka pendek.
4. Fasilitas Foreign Exchange (FX) BI membantu meningkatkan cadangan
investasi dan mencegah defisit pada investasi lainnya. Sayangnya neraca
transaksi berjalan justru lebih penting.
Rekening
investasi lainnya menunjukkan surplus senilai Us$ 2,3 miliar mengacu pada
penurunan nilai deposito dan mata uang asing. Sebagian dana masuk ke fasilitas
deposito berjangka Dolar AS milik Bank Indonesia (BI) yang mencatat peningkatan
saldo sebesar US$ 1 miliar. Dengan aset asing bruto yang optimal di level US$
16 miliar, fasilitas BI dapat menyerap lebih banyak dolar AS jika ketentuannya
lebih fleksibel.
Meski
demikian, masih belum jelas apakah pergerakan tersebut dapat meningkatkan
sentimen pasar di mana akan terjadi perkembangan pada transaksi berjalan dan
investasi asing langsung.
5. Meningkatnya prediksi defisit transaksi berjalan menjadi 3,2% dari
PDB pada 2013 lebih tinggi dari angka sebelumnya yaitu 2,4% PDB.
Permintaan
domestik memang melambat. Namun timbul pertanyaan tentang apakah perlambatan
tersebut menahan laju ekonomi dengan pengurangan volume ekspor.
Hal
ini mengingat pada kuartal II, pertumbuhan beberapa industri impor bernilai
tinggi mendekati 7%. Sementara harga komoditas anjlok memiliki dampak langsung,
pengaruh peningkatan suku bunga dan likuiditas terus berkembang dan volume impir
akan erus menurun. Dalam pandangan Citi Research, dalam lingkungan ekonomi di
mana pengurangan volume ekspor berlangsung cepat, para pembuat kebijakan harus
mengirimkan sinyal secara berkelanjutan pengetatan kebijakan.
Namun
perbedaan persepsi yang muncul dapat menyebabkan tekanan pada nilai tukar
rupiah. Sebagian pelaku pasar memandang kebijakan moneter sebagai fungsi dari
nilai suku bunga di mana BI tak akan terus mengandalkan suku bunganya. Namun BI
akan lebih fokus pada kebijakan campuran seperti sejumlah regulasi industri
khusus.
Analisa: Menurut saya bahasan 5 tanda
memburuknya perekonomian Indonesia adalah yang terjadi saat ini oleh karena itu
harus ada jalan untuk mengatasi 5 tanda tersebut agar investor yang ingin ke
Indonesia tidak kabur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar